Connect with us

Pura Maospahit, Cagar Budaya Nasional Dengan Konsep Panca Mandala

pura maospahit

Bali

Pura Maospahit, Cagar Budaya Nasional Dengan Konsep Panca Mandala

Pura Maospahit merupakan salah satu Pura di Bali yang sudah menjadi Warisan Cagar Budaya Nasional. Pemerintah Kota Denpasar menetapkan Pura Maospahit sebagai Situs Cagar Budaya Peringkat Kota Denpasar berdasarkan Keputusan Walikota Nomor : 188.45/1460/HK/2019.

prasasti pura maospahit

Pura Maospahit terletak di Jalan Sutomo di Banjar Gerenceng. “Gerenceng ini dulunya merupakan Desa Tua yang bernama Grencong. Kemudian terjadi pemekaran menjadi Br. Belong, Br. Balun, Br. Panti Dan Br. Gerenceng,” ungkap Jro Mangku I Ketut Gede Sudiasna yang merupakan Pemangku Pura Maospahit.

pura maospahit
Pura Maospahit yang terletak di Jalan Sutomo

Dalam Babad Wongayah Dalem, pura ini merupakan salah satu peninggalan dari Sri Kebo Iwa. Dikatakan bahwa Sri Kebo Iwa merupakan seorang ahli artitektur bangunan yang terkenal. Beliau pada tahun Saka 1200(1278 Masehi) membangun Pura Maospahit yang dimulai dengan membangun Candi Raras Maospahit yang menghadap ke barat dimana saat ini menjadi pelinggih utama di Pura Maospahit. Dalam Babad Wongayah Dalem, disebutkan bentuk candi ini adalah pelinggih Gedong Bata Merah dengan dua patung gerabah kuno yang mengapit pintu masuk pura.

jro mangku gede pura maospahit
Jro Mangku I Ketut Gede Sudiasna

Jro Mangku Gede menuturkan, sesuai Babad Wongayah Dalem bahwa saat itu Raja Bali mengirim utusan ke Majapahit di Trowulan untuk mencari sukat(ukuran) Candi Gedong Majapahit. “Misi pertama gagal, misi kedua gagal, kemudian misi ketiga berhasil untuk mendapatkan sukat untuk gedong tersebut,” Jro Mangku Gede menambahkan.

Kemudian barulah dibangun Candi Gedong Majapahit di sebelah Candi Raras Maospahit. Hingga saat ini di Mandala Utama Pura Maospahit terdapat dua pelinggih utama yaitu Gedong Bata Merah yang menghadap ke Barat disebut Candi Raras Maospahit dan yang menghadap ke Selatan disebut Candi Raras Majapahit.

kori agung pura maospahit
Kori Agung dibuat dengan batu bata merah yang merupakan pintu menuju Utama Mandala

Pura Maospahit merupakan paduan budaya Bali dan Jawa dimana pengaruh Jawa bisa dilihat dari nama-nama pelinggih dimana pelinggih-pelinggih diberi nama Candi seperti Candi Rebah, Candi Renggat, Candi Raras Maospahit dan Candi Raras Majapahit.

Jro Mangku Gede juga menuturkan keunikan lainnya dari Pura Maospahit dimana memiliki konsep Panca Mandala. “Kalau pura lainnya memiliki konsep Tri Mandala, Pura Maospahit ini merupakan satu-satunya pura yang memiliki konsep Panca Mandala di Bali. Ada Jaba Kembar, Jaba Renggat, Jaba Sisi, Jaba Tengah dan Jeroan(Utama Mandala),” cerita Jro Mangku Gede.

panca mandala pura maospahit
Konsep Panca Mandala di Pura Maospahit

Konsep ini diyakini mengadopsi konsep pertahanan di Kerajaan Majapahit dimana kerajaan diletakkan ditengah agar keamanan kerajaan tetap terjaga dengan baik, begitu juga dengan Pura Maospahit diletakkan di tengah sehingga keamanannya tetap terjaga dengan baik.

Bisa dilihat saat pemedek yang akan bersembahyang masuk melalui pintu masuk utama di Jaba Kembar (yang terletak di pinggir Jalan Sutomo) terlebih dahulu. Dari areal tersebut pemedek tidak bisa langsung menuju Mandala Utama Pura, namun harus memutar(konsep Murwa Daksina/berputar sesuai arah jarum jam) dulu melalui gang di samping areal pura untuk menuju ke Jaba Sisi yang terletak di sebelah barat Pura Maospahit. Dari Jaba Sisi baru melanjutkan ke Jaba Tengah kemudian ke Utama Mandala/Jeroan.

Sesuhunan yang disungsung di Pura Maospahit adalah manifestasi Brahma, Wisnu dan Siwa. Di Dwarapala terdapat Ratu Ngurah Paksi merupakan manifestasi Dewa Wisnu dan Ratu Ngurah Bayu merupakan manifestasai Dewa Brahma.

pura maospahit
Ratu Ngurah Bayu (Kiri) dan Ratu Ngurah Paksi (Kanan)

Di Utama Mandala, di Candi Raras Maospahit yang disungsung adalah Ratu Ayu Mas Maospahit sebagai manifestasi Dewa Siwa dan di Candi Raras Majapahit yang disungsung adalah Ida Bhatara Lingsir Sakti sebagai manifestasi Dewa Wisnu Dan Brahma.

Piodalan atau pujawali di Pura Maospahit dilakukan dua kali dalam setahun yaitu pada Purnama Jyesta untuk Candi Raras Maospahit dan Purnama Kalima untuk Candi Raras Majapahit. Sarana upakara sesuai dengan upakara yang berlaku di Denpasar namun lebih sederhana.

Saat Purnama nemu Pasah Ida Bhatara nyejer 5 hari, Purnama nemu Beteng Ida Batara nyejer 4 hari sedangkan Purnama nemu Kajeng Ida Bhatara nyejer 3 hari.

“Ketentuan penyejeran Ida Bhatara ini berdasarkan Bhisama lontar yang ditemukan oleh juru sapuh Pura Maospahit saat bersih-bersih setelah diadakannya Karya di Pura Maospahit. Lontar ini ditemukan tergeletak di tanah dan saat itu dilangsungkan proses ngewacakin(membaca) dan didapatlah ketentuan seperti itu,” imbuh Jro Mangku Gede yang memiliki sosok ramah dan bersahaja ini.

Pura dengan luas kurang lebih 77 are ini diempon oleh keluarga besar Jro Mangku Gede dengan jumlah kepala keluarga (KK) 350 KK yang tersebar di Denpasar, Bangli, Serangan, Sanur, Mengwi dan Kedunggu Tabanan.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Lainnya di Bali

Advertisement
To Top