Connect with us

Nyoman Mastra, Profesor Salak dari Desa Sibetan Karangasem

Sosok

Nyoman Mastra, Profesor Salak dari Desa Sibetan Karangasem

Julukan ‘Profesor Salak’ kiranya cocok disematkan pada Nyoman Mastra, 52. Dari tangan dinginnya, ia mampu menciptakan berbagai olahan tidak biasa berbahan Salak Sibetan/Salak Bali. Rupanya tidak hanya daging buah, bahkan biji, kulit, sari pati, hingga tunas pohon salak muda pun bisa diolah. Pria asal Desa Sibetan, Bebandem, Karangasem ini, punya misi untuk menaikkan kasta Salak Bali yang selama ini dihargai sangat murah padahal salak merupakan salah satu komoditas unggulan Pulau Dewata.

Berbagai Olahan Salak dari Agro Abian Salak – IST

Bergelut di dunia pariwisata sejak 1993 agaknya membuat pria yang akrab disapa Pak Kongking itu jenuh. Maka, pada 2011 ia memutuskan untuk pulang kampung dan memulai usahanya sendiri. Kebetulan Mastra memiliki kebun salak seluas 1,8 hektar dan berniat untuk mengelolanya. Satu sisi, Mastra juga ingin memajukan pariwisata di desanya: Sibetan. Mastra pun membangun sebuah usaha agrowisata yang dinamai Agro Abian Salak, sebagai tempat rekreasi keluarga sekaligus tempat belajar seputar salak.

“Usaha kami berupa agrowisata karena kami memiliki banyak salak dan salak sudah terkenal di internasional, namun belum dibuat agrowisata. Maka, kenapa tidak dibikin? Kami juga ingin memajukan desa dengan pariwisata,” ungkap bapak tiga anak itu.

Selain agrowisata, ternyata Mastra melihat potensi lain dalam salak yang sering dijual murah ketika musimnya tiba. Potensi itu ia dapat dari sebuah petunjuk alam. Suatu ketika, Mastra tidak sengaja menemukan biji salak yang bisa diolah menjadi serbuk, yang kemudian dinamai serbuk biji salak atau salacca coffee. Karena dirasa penemuan ini tidak lazim, maka dilakukanlah penelitian mengenai biji salak tersebut yang bekerja sama dengan beberapa universitas, seperti Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Poltekkes Kemenkes Denpasar, dan Universitas Udayana. Sehingga, pada tahun 2015 barulah ditemukan kandungan daripada biji salak tersebut dan dapat berdaya guna untuk pencegahan berbagai macam penyakit, seperti kista, kanker, maag, diabetes, gula darah, dan sebagainya.

Bahan Utama Pembuatan Kopi dan Teh Salak – IST

Setelah penemuan kopi dari biji salak, lulusan SMA Lab Undiksha itu kembali berinovasi dengan elemen-elemen salak lainnya, misalnya kulit salak yang dapat diolah menjadi teh. Ide ini didapatnya ketika merebus salak dan melihat air kecokelatan dari rebusan salak tersebut layaknya teh. Dari sanalah timbul inspirasi untuk menguji kandungan kulit salak. Berdasarkan hasil uji lab bersama Poltekkes Kemenkes Denpasar, ditemukan kandungn berupa antioksidan yang tinggi seperti kandungan pada teh. Idenya terus liar sehingga tercipta olahan salak lainnya selain kopi biji salak dan teh kulit salak, seperti kurma salak, madu salak/sirup salak, cuka salak, pia salak, hingga sayur dari tunas salak muda.

Dari sejumlah kreativitasnya itu, Mastra kemudian mendapat julukan ‘Profesor Salak’ karena selain banyak menciptakan olahan berbahan dasar salak, ia juga getol melestarikan dan mengajarkan seluk beluk salak pada para pengunjung di Agro Abian Salak. Sejalan misi itu, sejumlah penghargaan telah diraihnya, seperti di tahun 2015, ia sempat membimbing salah satu anak SMA 4 Denpasar yang akhirnya meraih Juara 2 Tingkat Internasional dalam Bidang Kopi Salak. Penghargaan lainnya datang dari Pro Bali Award (2018), Teknologi Tepat Guna (2019), dan penghargaan dalam bidang pertanian pada tahun yang sama.

Dalam seminggu, Agro Abian Salak yang memiliki 6 karyawan mampu menghasilkan sepuluh kilogram kopi biji Salak dengan rata-rata biji mentah sekitar 2.250 kilogram, Teh Salak per minggu antara lima sampai enam kilogram dengan rata-rata 250 kilogram kulit salak, Kurma Salak per dua hari menghasilkan 25 kilogram dengan bahan baku 75 – 100 kilogram salak mentah. Untuk kisaran harga, 100 gram Kopi Biji Salak dihargai Rp50.000/bungkus, 100 gram Teh Salak Rp20.000/bungkus, 200 gram Kurma Salak Rp15.000/bungkus, 150 gram Madu Salak Rp25.000/botol, 250 gram cuka salak Rp75.000/botol, dan sepuluh buah pia salak seharga Rp10.000.

Selama menjalankan bisnis agrowisata dan produk olahan salak, jalan yang dilalui Mastra tidak selalu mulus. Ia sempat terseok-seok pasca angin puting beliung pada 2015 dan erupsi Gunung Agung pada 2017 menerjang lahannya. Hal tersebut sempat membuatnya putus asa, namun para mahasiswa kembali datang merangkulnya hingga bangkit kembali. Selain alam, Mastra juga terkendala perihal pemasaran karena jangkauan pasarnya baru sebatas di Bali saja. Ia juga mengharapkan adanya bantuan dari berbagai instansi terkait dalam hal promosi produknya mengingat salak adalah komoditas unggulan di Bali.

“Kami juga mengharapkan dibangunnya ikon Salak Bali berupa museum salak terbesar untuk didirikan di Sibetan, sehingga nantinya para wisman dan tamu lokal mengetahui buah lokal Bali. Selain itu, pemerintah diharapkan menjadikan Salak Sibetan atau olahannya sebagai buah tangan khas dari Sibetan, Bali, untuk para wisatawan yang berlibur ke Bali,” tandas Mastra. (*)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Lainnya di Sosok

Advertisement
To Top