Bali
Pura Agung Santi Bhuwana, Pura Megah Di Daratan Eropa Yang Tetap Menjaga Tradisi Megibung
Pura Agung Santi Bhuwana merupakan salah satu pura megah yang ada di luar Indonesia dan merupakan tempat bersembahyang umat Hindhu yang berdomisili di Eropa terutama yang berdekatan dengan Belgia. Pura ini terletak 85 km dari Kota Brussel Belgia, tepatnya terletak di area Taman Pairi Daiza di Cambron-Casteau, Komunal Brugelete, Provinsi Hainaut, Belgia.

Taman Pairi Daiza adalah sebuah taman konservasi alam, tempat rekreasi dan taman budaya dari berbagai dunia dengan luas kurang lebih 55 hektar.
Pura Agung Santi Bhuwana sendiri didirikan oleh Eric Domb yang juga sebagai pemilik Taman Pairi Daiza. Eric Domb seorang pengusaha yang sangat mencintai budaya Bali. Eric Domb yang sempat beberapa kali mengunjungi Bali, jatuh cinta akan keindahan alam dan keunikan budaya Bali sehingga ia berkeinginan membangun sebuah pura di areal taman miliknya.

Pembangunan dimulai sekitar tahun 2006 dengan mendatangkan tukang dan arsitek dari Bali dan juga bahan-bahan untuk pembangunan pura. Pura ini dikerjakan kurang lebih selama dua tahun. Tahun 2008 pura ini selesai dibangun namun tidak banyak yang mengetahui keberadaan pura tersebut.
Menurut I Made Wardana atau sering dipanggil dengan nama Bli Ciaaattt, ia yang saat itu sebagai lokal staf KBRI Brussel-Belgia dan juga sebagai Kelihan Banjar Shanti Dharma Belgia-Luxembourg, umat Hindhu dan pihak KBRI Belgia saat itu tidak mengetahui kalau ada Pura di tengah Taman Pairi Daiza(yang saat itu masih bernama Parc Paridisio).
“Saya saat itu dikontak oleh seorang teman, Komang Adit yang saat itu mengerjakan proyek jalan di sekitar area pura yang meminta saya harus datang melihat ke lokasi karena di lokasi terdapat sebuah pura. Saya sempat terkejut mendengarnya dan saat itu saya langsung berkordinasi dengan pihak KBRI,” cerita Bli Ciaaattt.
Kemudian ia bersama keluarga pergi ke lokasi dan sesampainya di lokasi Bli Ciaaattt sangat terkejut melihat pura yang berdiri megah di tengah taman yang saat itu berada di Taman Indonesia. Kemudian ia melaporkan ke pihak KBRI mengenai keberadaan pura dan juga mengenai Taman Indonesia.
Lebih lanjut melalui Komang Adit dan pimpinan dari Komang Adit, ia menemui Eric Domb untuk berkordinasi mengenai pura tersebut. “Eric Domb saat itu sangat welcome dan senang kalau ada komunitas Hindhu di Belgia dan ia juga meminta saya untuk berkoordinasi dengan Ida Pedanda Nabe Gede Putra Telabah dari Griya Pesraman Telabah terkait kelanjutan pura tersebut,” ungkap penggiat seni Gamut(Gambelan Mulut) dari Pegok Sesetan ini.
Dikoordinasi oleh Ibu Dwi dari TVRI Bali, pada bulan Mei tepatnya tanggal 18 Mei 2009 Pura Agung Santi Bhuwana Belgia dipelaspas dengan menggunakan upakara seperti di Bali. Banten dan sarana upakara langsung dibawa dari Bali oleh Ida Pedanda Nabe Gede Putra Telabah dari Griya Pesraman Telabah.

Saat pemelaspasan pura berbarengan dengan peresmian Taman Indonesia dimana acara tersebut dihadiri oleh Jro Wacik yang saat itu sebagai Menteri Pariwisata, Menteri Ekonomi Belgia, Nadjib Riphat Kesoema Duta Besar RI untuk Belgia, Staff Kedutaan Besar RI untuk Belgia dan umat Hindhu yang tidak hanya berasal dari Belgia namun juga yang berasal dari negara-negara Eropa sekitar Belgia.
Pura ini dibangun dengan konsep Tri Mandala dimana Kanista Mandala, Madya Mandala dan Utama Mandala. Memasuki area tengah terdapat kori agung/gerbang tanpa pintu. Pada area Madya Mandala terdapat Bale Kulkul dan Bale Gong. Pada Utama Mandala terdapat bale piasan, bale pengaruman, Panglurah, Gedong, Meru dan Padmasana.
Di pura ini juga terdapat Ida Sesuhunan berupa Rangda dan Barong yang merupakan sumbangan dari Ida Tjokorda Sukawati.
Pihak pengelola Taman Pairi Daiza sangat memberi dukungan kepada Umat Hindhu untuk melakukan persembahyangan dimana umat yang akan melakukan persembahyangan akan diberikan tiket secara gratis untuk masuk ke Taman Pairi Daiza. “Kami diberikan kebebasan untuk menggunakan pura sebagai tempat ibadah dimana kami juga memberikan timbal balik berupa pertunjukan seni budaya yang rutin kami selenggarakan di Jaba Pura,” tandas Bli Ciaaattt.
Tradisi Megibung Yang Tetap Dijaga Untuk Kebersamaan Umat
Pura Santi Bhuwana diempon oleh umat Hindhu baik dari Belgia dan negara-negara Eropa yang berdekatan dengan Belgia. Persembahyangan biasanya dipilih untuk rahinan yang jatuh pada hari akhir pekan(sabtu dan minggu) terkait dengan kesibukan masing-masing umat dimana biasanya bekerja dari hari senin sampai jumat. Persembahyangan purnama dan tilem dipilih saat jatuh pada hari sabtu atau minggu.

Selain purnama dan tilem persembahyangan dilakukan saat tumpek kandang dan tumpek bubuh sekaligus untuk upacara kepada binatang dan tumbuhan yang ada di areal taman. Piodalan Pura Agung Shanti Bhuwana jatuh pada Hari Raya Saraswati.
Menurut Bli Ciaaattt ada tradisi megibung yang selalu diadakan setelah selesai melakukan persembahyangan bersama. Tradisi megibung atau makan bersama ini memang sengaja diadakan dan akan selalu dijaga keberadaannya karena tradisi ini untuk memperat rasa persaudaraan sesama umat Hindhu disana.

Tradisi megibung ini dilaksanakan mirip dengan tradisi megibung yang ada di Bali. Masing-masing umat membawa keperluan untuk makan dari lauk pauk, nasi, sayur sampai minuman. “Kadang ada juga yang menghaturkan babi guling dan kemudian babi guling itu dibagikan saat megibung,” ujar Bli Ciaaattt.

Kebersamaan saat megibung ini dilanjutkan dengan acara bersih-bersih bersama dimana umat Hindhu sebagai pengempon Pura berkewajiban untuk tetap menjaga kebersihan areal pura agar selalu bersih.

Selain megibung untuk lebih menjaga kebersamaan umat dan menambah semangat untuk tangkil ke pura, setiap menyambut Hari Raya Nyepi diadakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan mengadakan pawai ogoh-ogoh dimana ogoh-ogoh didatangkan dari Bali. Pawai ogoh-ogoh ini menjadi salah satu ikon budaya Bali yang ditunggu-tunggu kehadirannya di Belgia.
Pertunjukan Budaya Yang Ditunggu-Tunggu Oleh Pengunjung Taman Dan Sebagai Promosi Bali
Persembahyangan bersama biasanya dilakukan pada pagi hari dan berakhir pada tengah hari. Setiap sehabis persembahyangan bersama, umat Hindhu yang tangkil akan melakukan pentas budaya pada sore harinya sekitar pukul 3 sore di areal jaba pura. Pentas budaya ini adalah salah satu acara favorit yang selalu ditunggu-tunggu oleh pengunjung Taman Pairi Daiza dan pecinta budaya setempat. Pertunjukan selalu dipenuhi oleh penonton yang memang ingin melihat seni budaya Bali yang ditampilkan.

“Hal ini menjadi salah satu sarana promosi gratis untuk memperkenalkan seni budaya Bali sehingga para pengunjung nantinya memiliki keinginan untuk berkunjung ke Bali. Kami saat pentas budaya ini selalu mengajak penonton untuk berinteraksi baik melalui kuis/games atau mengajak mereka untuk ikut menari atau memainkan alat musik tradisional,” ungkap Bli Ciaaattt yang sempat tinggal kurang lebih selama 22 tahun di Belgia.

Pemangku Merupakan Warga Setempat Yang Sudah Memeluk Hindhu.

Hal unik lainnya adalah pemangku di Pura Agung Santi Bhuwana adalah seorang warga Belanda yang tinggal di Luxemburg yang bernama Jro Henk Driese. Jro Henk Driese memang sejak awal Pura diresmikan sudah memiliki niat untuk “ngaturang ayah” di Pura. Lambat laun oleh warga Banjar Shanti Dharma, ia ditunjuk sebagai pemangku Pura Agung Santi Bhuwana.

