Seni Budaya
Tari Cupak, Tari Sakral Yang Memiliki Tiga Kekuatan Suci Dari Tiga Bhagawan Sakti
Mendengar kata Cupak tentunya kita langsung tertuju pada sosok antagonis yang digambarkan sebagai sosok yang memiliki sifat rakus/suka makan banyak, suka berbohong, jahat, berperawakan besar dan penilaian negatif lainnya. Cerita Cupak ini didapat dari cerita rakyat Cupak dan Grantang dimana Cupak adalah sosok yang jahat/tidak baik sedangkan Grantang adalah sosok baik.

Menurut I Made Agus Adi Santikayasa atau yang sering dipanggil Gus Cupak ini menuturkan kalau penilaian negatif terhadap sosok Cupak didapat karena kurang lengkap diceritakannya sosok Cupak dalam kisah Cupak dan Grantang. Hal ini mungkin karena kisah Cupak dan Grantang ini sangat panjang jadinya cerita terpotong sehingga yang muncul hanya sisi negatif dari Cupak saja.
Lebih lanjut Gus Cupak menuturkan kalau Cupak ini adalah seorang manusia sakti titisan Dewa Brahma yang disimbolkan dengan api sedangkan Grantang adalah titisan Dewa Wisnu yang disimbolkan dengan air. Kedua sosok ini diceritakan sebagai saudara namun tidak bisa disatukan seperti halnya air dan api namun dalam kehidupan ini dikatakan akan selalu berkolaborasi/saling mengisi.

“Contoh di dapur pasti ada unsur api dan airnya, tanpa keduanya dapur tentunya tidak bisa digunakan. Bahkan Asta Kosala Kosali-pun terdapat kedua unsur ini, cupak dikatakan menempatai area selatan(bale delod) berupa dapur dengan sikut/ukuran akupakan sedangkan Grantang menempati area utara(bale daja) megrantangan dimana bale daja biasanya kelihatan megah,” imbuh Ketua Listibya Kecamatan Kuta Utara ini.
Selain itu pemaknaan Cupak yang diceritakan berasal dari Desa Majalangu Jawa hanya sebatas cerita tentang kebodohan dan kerakusannya saat masih di Kediri. Padahal menurut Gus Cupak dari beberapa sumber yang ia baca, setelah fase di Kediri tersebut perjalanan Cupak adalah mencari jati dirinya sampai akhirnya ketemu di Kerajaan Gobang Wesi.
Di kerajaan tersebut ia menjadi raja setelah mengalahkan Sang Garuda Emas. Cupak di kerajaan tersebut selalu ingin membatu warganya. Ia menyuruh warganya untuk membuatkannya babi guling dari babi hutan/celeng alasan padahal saat itu kerajaan dalam situasi krisi sehingga ia meminta warganya untuk berburu ke hutan.
Setelah babi guling dihidangkan dan dimakan oleh Cupak, secara ajaib setelah Cupak selesai makan,ribuan warga kerajaan perutnya menjadi kenyang/wareg. Dari cerita lengkap mengenai Cupak ini banyak filosofi yang bisa diambil dari sosok Cupak, dimana ia mampu mengalahkan kesombongan dirinya dan ia sosok yang baik hati menyayangi warganya.
3 Kekuatan/Energi Suci dalam Sesolahan Cupak
Seperti diceritakan diatas kalau Cupak adalah titisan Dewa Brahma maka sesolahan Cupak-pun menjadi salah satu seni tari sakral. Kesakralannya didukung dengan adanya tiga kekuatan/energi yang ada dalam sosok Cupak.
Diceritakan saat Cupak akan ke surga ia mendapatkan penganugrahan Bhagawan Tiga di Mrajapati. Tiga Bhagawan tersebut adalah Bhagawan Agni(unsur api), Bhagawan Isa(unsur air) dan Bhagawan Hare(unsur angin).
Menurut Gus Cupak yang sudah dikenal sebagai Seniman Tari Cupak ini menceritakan pengalamannya saat nyolahin Cupak dimana saat ia nyolahin Cupak, ketiga kekuatan ini akan datang pada dirinya. Saat kekuatan dari Bhagawan Agni turun ia akan kebal dengan api saat adegan mandi api. Tidak sedikitpun tubuh dan pakaiannya terbakar oleh api saat itu.

Saat kekuatan dari Bhagawan Isha dengan unsur airnya turun, ia akan merasa haus secara terus menerus sehingga menyebabkannya harus minum tanpa henti. “Pernah disuatu daerah, saya minum bir berbotol-botol saat pementasan, kalau saat normal pasti tidak bisa melakukannya,” terang Gus Cupak.
Terakhir saat kekuatan Bhagawan Hare dengan unsur anginnya turun, secara otomatis perutnya akan seperti mengembung dan saat itu akan mengeluarkan kentut dengan suara yang besar. “Kalau sudah akan mementaskan Tari Cupak ini, dimanapun saya berada saat itu pasti akan sangat sering mengeluarkan kentut dengan suara besar dan orang sekeliling pasti akan tertawa mendengar suara kentut tersebut,” tutur Gus Cupak sambil tertawa.
Simbol Persembahan Babi Guling
Dalam setiap pementasan Tari Cupak, salah satu adegan yang paling ditunggu-tunggu adalah saat Cupak memakan babi guling. Adegan makan babi guling ini adalah simbol untuk pemarisuda Sang Catur Loka Pala sehingga babi guling ini wajib ada, jika tidak mampu membeli babi guling bisa diganti dengan ayam betutu/panggang.

Gus Cupak menceritakan kalau saat adegan makan babi guling ini hanya bagian kepalanya saja yang ia makan sampai habis, karena dibagian kepala babi guling inilah terdapat Sang Catur Loka Pala ini yang perlu diruwat atau dilebur di kawah candra dimuka yang disimbulkan oleh perut Cupak.
Setelah kekuatan buruk ini dilebur atau diruwat maka kekuatan tersebut akan menjadi kekuatan positif dimana biasanya tokoh Cupak akan berbicara memberikan wejangan-wejangan dalam menjalani kehidupan ini.

Suasana magis akan terasa dimana biasanya saat adegan ini seringkali diikuti oleh adegan kesurupan oleh beberapa warga yang menyaksikan seolahan cupak ini.

Sesolahan Cupak biasanya diakhiri dengan adegan mandi dengan sarana api. Hal ini adalah simbolis membersihkan diri penari cupak secara niskala dengan menggunakan sarana Api sebagai pelebur kekuatan negatif. Biasanya setelah selesai pertunjukan penari akan melakukan pengelukatan.
Tidak sembarangan orang bisa dan berani menjadi pregina/penari Cupak karena selain tarian ini sakral, penarinya juga sering mendapatkan cobaan/gegodaan baik secara skala maupun niskala.

“Gegodaan saat nyolahin cupak ini luar biasa, biasanya terjadi saat adegan Cupak makan persembahan berupa Babi Guling. Sering sekali saya mendapatkan gangguan, dari babi guling yang basi/bau, tiba-tiba saat akan dimakan, banyak belatung/ulat di babi guling tersebut bahkan pernah saat akan makan persembahan tersebut didalamnya ada tusuk gigi dan medang bambu,” kenang Gus Cupak.
Lebih lanjut menurut Gus Cupak, karena adanya tiga kekuatan suci yang dimiliki oleh sesolahan Cupak inilah, ia selalu dilindungi saat nyolahin Cupak. “Saya hanya bisa berpasrah kepada sesuhunan dan tiga kekuatan tersebut, astungkara selama ini gegodaan tersebut masih bisa saya atasi,” imbuh Gus Cupak.
Gus Cupak yang juga sebagai Ketua Paguyuban Seni Majalangu Kerobokan ini berharap ada generasi-generasi penerus yang melestarikan Tari Cupak ini sehingga Tarian Sakral ini tidak punah. “Selain tidak sembarangan orang bisa menarikan sesolahan Cupak ini, sosok negatif Cupak ini juga yang membuat tarian ini kurang diminati di kalangan generasi muda, banyak anak muda takut atau malu kalau dikaitkan dengan tokoh Cupak. Saya berharap banyak publikasi yang menceritakan sisi positif dari tokoh Cupak ini,” ungkap Gus Cupak dengan penuh harap.

